Kemenangan 1-0 menjadi balas dendam Guardiola setelah tiga kali kalah beruntun di tangan Thomas Tuchel musim lalu – termasuk di final Liga Champions Mei kemarin.
Tetapi bagi Tuchel, ia harus melihat ke dalam formasi 3-5-2 yang terbukti jenius untuk melawan Tottenham pekan lalu, malah gagal total enam hari kemudian.
Lukaku berduet dengan Timo Werner di lini depan sejak awal, Tuchel jelas berniat memanfaatkan kecepatan kompatriotnya untuk meregangkan pertahanan City dan menciptakan ruang bagi No. 9 anyarnya.
Namun dengan tiga gelandang defensif di ruang mesin, tim tuan rumah malah tak bisa keluar dari halaman depan dan gagal membuat peluang berarti bagi duo strikernya.
“Tak perlu membicarakan Romelu yang kesulitan hari ini,” ujar Tuchel kepada wartawan pasca-laga.
“Saat mencapai Romelu, serangannya sudah setengah gagal karena kurang orang, kurang percaya, dan kurang koneksi.”
“Jadi ini masalah tim, bukan individu.”
Lukaku kerap dikepung Rodri, Aymeric Laporte, dan Ruben Dias, sementara Werner masih kurang moncer jika ingin meniru Lautaro Martinez yang menjadi duet maut striker Belgia itu di bawah 3-5-2 arahan Antonio Conte di San Siro.
Namun mungkin lubang terbesar adalah tak adanya No. 10 kreatif yang mampu menenun bola antara lini tengah dan depan dengan piawai.
Mason Mount absen karena cedera ringan, dan ketidakhadirannya sungguh terasa, mengingat gelandang Inggris itu mampu berkontribusi di fase bertahan sembari tetap lihai berkreasi di sepertiga akhir.
Dengan tak adanya Mount, Kai Havertz diharapakan menjadi solusi, tetapi ia cuma menjadi pengganti tanpa peran berarti yang baru masuk di setengah jam terakhir setelah Gabriel Jesus memecah kebuntuan.
Sementara itu Hakim Ziyech bahkan tak dipanggil masuk, dan penyuplai serangan Tuchel yang serba mahal itu bak kerupuk melempem.
“Timo cocok untuk hari ini karena ia memberikan intensitas tinggi ke permainan kami dengan maupun tanpa bola,” ujar Tuchel kepada BT Sport pra-pertandingan. “Ini yang kami perlukan.”
“Mungkin performa Kai dan Hakim sedang kurang [bagus] dan kurang percaya diri. Itulah mengapa kami memilih Timo, kami membutuhkan kecepatannya dan intensitasnya melawan bola.”
Chelsea sudah jor-joran demi mendapatkan talenta penyerang yang mentereng, dan sebagus-bagusnya Lukaku, ia tak bisa diandalkan sendirian sepanjang musim, apalagi berkompetisi di lima turnamen.
Harmoni memang butuh dibangun perlahan, dan kembalinya Christian Pulisic dari cedera bisa menjadi opsi lain bagi Tuchel, tetapi daya gedor The Blues sudah menunjukkan pola mengkhawatirkan bahkan sebelum dibikin keok City.
Sejak jeda internasional, Lukaku cs tak bisa tajam selama 90 menit penuh. Demi meraih kemenangan, mereka harus mengandalkan heroisme pertahanan, menunggu pergantian pemain atau formasi, dan terlalu bergantung pada kecemerlangan sang striker Belgia.
Namun kini City sudah menunjukan cetak biru cara menghentikan Lukaku: potong suplai bolanya.
Meski Tuchel seharusnya bisa – hingga titik tertentu – memperbaiki problema ini lewat utak-atik taktik, penyerang Chelsea yang lain wajib ikut berkontribusi, apalagi mereka dibeli mahal-mahal memang untuk itu.
Ini bisa menjadi perbedaan krusial antara “pesaing kuat” atau “juara liga”.