20/08/2021

Sepak Bola Dijadikan Ladang Ibadah

 

Oleh H Abdul Muis Masduki Wartawan Senior Olahraga

 

Membicarakan sosok Mohammad Barmen di kancah persepakbolaan memang tidak ada habisnya. Maklum Bang Moh, panggilan akrabnya, sangat dekat dengan siapa saja yang menjadi stakeholder persepakbolaan nasional, apalagi di Surabaya.

Bang Moh kesohor sebagai dedengkot (tokoh berpengaruh) Persebaya dan Pembina Assyabaab, yang berhasil menelorkan pemain legenda nasional. Bintang Timnas PSSI Yacob Sihasale dan Abdul Kadir adalah jebolan Assyabaab, klub anggota Kompetisi Internal Kelas Utama Persebaya. Di Persebaya sendiri pada jaman keemasannya juga banyak dihuni pemain yang ber-home base di Kampung Kauman Ampel Surabaya ini.

Bak sebuah pabrik, Assyabaab adalah produsen pemain berkelas. Setiap masa, pasti Assyabaab punya pemain jempolan. Assyabaab tak pernah kehabisan stok pemain dari generasi ke generasi. Tak salah jika SIWO PWI Jaya dan PSSI pernah memberikan penghargaan kepada Bang Moh sebagai Pembina Terbaik Nasional tahun 1974. Pada tahun 2005 kembali dinobatkan sebagai Pembina Olahraga Terbaik oleh SIWO PWI Jatim.

Setelah era Yacob Sihasale, Abdul kadir, Waskito dan Yahya Zainal (kakak kandung Rusdy Bahalwan) cs, lahirlah Rusdy Bahalwan, Subodro (Bodem) serta Hamid Asnan. Kemudian muncul Ahmad Toyib, Sasono Handito (kiper), Hasan Maghrobi, Fuad Alkatiri, Yusuf Money dan M Syafi’i di benteng pertahanan.

Bang Moh diberi kenang-kenangan saat reuni dengan pemain Assyabaab tahun lalu. (foto/istimewa)

Di barisan gelandang makin banyak lagi. Lahir Abdul Khamid yang direkrut Niac mitra setelah memperkuat Tim PSSI Garuda. Juga ada Salim Barmen, Aries Sainyakit dan Yongky Kastanya. Di depan ada Anis Fuad dan Mamak Zein Alyadrus (ASGS) serta M Nizar.

Setelah generasi itu uzur, Assyabaab menelorkan lagi bintang lapangan sekaliber Khairil “Pace” Anwar, Putut Wijanarko, Agus Winarno, Winedy Purwito dan Yani Faturahman. Di sektor penjaga gawang muncul Eki Sabilillah dan Moh Kiswo. Dan saat ini yang masih merumput di Liga 1 adalah Slamet Nur Cahyono yang memperkuat Madura United.

Baca Juga:  Inilah Jadwal Lima Laga Perdana Persebaya Di BRI Liga 1

Produktivitas inilah yang membuat Assyabaab terbilang satu-satunya klub amatir di Indonesia yang masih hidup dan produktif. Klub ini mulai redup setelah ada dualisme PSSI. Ini tak lepas dari sikap pembinanya, yakni Bang Moh yang teguh atau keukeh dengan sejarah sepak bola Indonesia.

Bang Moh tak ingin menyeberang atau mengikuti arus. Sebagai muslim taat, ia paham akan amalan wajib, sunnah dan bahkan haram. Karena itu, ia lebih suka wait and see hingga kondisi persepakbolaan nasional kembali ke jalan yang benar.

Kendati kondisi kepengurusan PSSI carut marut kala itu, Bang Moh tetap bergeming. Ia tak terpengaruh sama sekali oleh hiruk-pikuknya perpolitikan sepakbola nasional. Assyabaab tetap hidup dan dihidupi sendiri dari hasil jerih payahnya sebagai pedagang kain kiloan. Dan sumbangsih dari simpatisan serta pendiri Assyabaab.

“Ibadah itu bentuknya macam-macam Is,” ujar Bang Moh semasa hidupnya tatkala penulis menyinggung soal kecintaannya dengan sepakbola terbawa hingga usia sepuh. Bang Moh menilai sepakbola jika dikelola dengan niat yang baik dan dikelola dengan cara yang baik, akan menghasilkan nilai ibadah yang besar. Terutama untuk pemain yang benar-benar ingin menggantungkan hidupnya dari bermain bola yang benar.

Karena itu, setelah pensiun dari ASN sebagai manajer di Instansi Perpajakan –bawahan Menteri Keuangan Mari’e Muhammad waktu itu— Klub Assyabaab ditangani sendiri. Dikelola sendiri. Sebagian rumahnya dijadikan mess pemain.

Sebagian pemain yang tidak berpenghasilan diajak berdagang, menjadi pelayan toko kain yang dikelolanya di dalam rumah pribadi. Ini dilakukan Bang Moh hingga meninggal dunia.

Tamatkah riwayat Klub Assyabaab sepeninggal Bang Moh? Wallohu a’lam bishowab….

Lantas, siapa yang akan meneruskan? Yongky Kastanya ketika takziah ke rumah duka menyebut sulit mencari sosok pembina yang punya totalitas mengurus klub dan menangani pemain langsung.

Bang Moh, aku Yongki, adalah figur pengurus, pembina yang tulus yang sulit mencari penggantinya baik di Surabaya, Jawa Timur maupun nasional. “Saya pingin tahu siapa pengurus sepakbola seperti Bang Moh,” katanya.

Baca Juga:  Bhayangkara Berhasil Menangi Pertandingan Pertamanya

Almarhum Andi Darussalam Tabussalla semasa hidupnya juga pernah mengacungkan jempolnya kepada Bang Moh. Ia menilai Bang Moh sosok yang langka, yang bukan hanya untuk persepakbolaan nasional, tapi dunia.

“Mana ada pengelola bola yang tekun, mengorbankan waktu, keluarga dan rumahnya, bahkan bisnisnya untuk pemain bola. Orang seperti beliau patut diapresiasi,” puji Bang Salam kala itu.

Bintang Persebaya dan mantan pemain nasional Mustaqim, Muharrom Rusdiana, Maura Hally dan Subangkit juga punya catatan khusus terhadap kiprah Bang Moh. “Beliau total mengurus bola. Bukan hanya ngomong, tapi dengan hartanya dipergunakan untuk memajukan sepakbola,” puji Mustaqim.

Selain itu, striker handal yang kini menjadi tim asisten pelatih Persebaya, melihat sosok Bang Moh yang tegas. Keukeh memegang prinsip-prinsip yang berhubungan dengan sepak bola dan aturan organisasi, serta tetek bengeknya.

Di segi pembinaan, menurut Mustaqim, pria berdarah Arab ini tekun untuk mengentas pemain daerah manjadi bintang. “Banyak talenta-talenta yang ditelorkan dari Assyabaab,” katanya. Bukan hanya Mustaqim, Maura Hally dan Muharrom Rusdiana juga terkesan dengan jiwa Bang Moh yang mampu menjadi motivator. “Beliau seorang motivator yang disegani pengurus tim dan pemain,” aku Hally.

Bukan hanya itu. Almarhum tergolong tokoh yang lurus. Lebih mengedepankan keutamaan tim. “Joke-jokenya menghibur dan membuat semangat pemain dan tim,” aku pemain jangkar ini.

Seperti saat meeting sebelum bertanding, kata Hally, almarhum punya ciri yang khas. Sebelum berbicara selalu membetulkan arlojinya. Kemudian gebrak meja dan bilang sama pemain dengan suara lantang, “Ayo koen isok ngalahno musuh. Ojok sampek kalah. Koen Arek Suroboyo. Suro iku wani. Boyo iku utang. Ayo koen isok (Ayo kamu itu bisa mengalahkan musuh. Jangan sampai kalah. Kamu Anak Surabaya. Suro (ikan) itu berani. Boyo (buaya) itu hutang, Red.).”

Baca Juga:  WOW! Persebaya Surabaya Resmi Lepas Pemain Lagi

Begitu pula ketika pertandingan masih skor imbang 0-0 saat setengah main, Bang Moh selalu membisiki satu persatu pemain. “Ojok kondo-kondo liyane, iki gawe awakmu thok. Engkok bonuse tak tambahi dewe (Jangan bilang-bilang, ini untuk kamu saja. Nanti bonusnya saya tambahi sendiri, Red). Ini bisikan setiap kali main,” cerita Hally.

Bang Moh juga tak segan-segan lari ke tengah lapangan untuk memotivasi pemain yang cedera. “Beliau bilang, koen iso main tak gak. Lek gak isok tak tempiling (Kamu bisa main atau tidak. Kalau tidak bisa tak pukul, Red.). Ini ciri khas beliau yang tiada duanya,” aku Hally.

“Beliau bilang, koen iso main tak gak. Lek gak isok tak tempiling (Kamu bisa main atau tidak. Kalau tidak bisa tak pukul, Red.). Ini ciri khas beliau yang tiada duanya,”

Subangkit juga mencatat kenangan yang sama. Bang Moh selain seorang motivator yang ulung juga gaya bicara yang keras bisa membangkitkan semangat pemain. “Beliau tak segan-segan merogoh koceknya sendiri buat bonus pemain,” ujarnya.

Muharrom mengaku banyak kesan saat bersamanya. “Selain seorang motivator dan manajer, beliau dekat dengan pemain dan mengerti kebutuhan tim sebelum bertanding,” kenangnya.

Almarhum, menurut Muharrom, sangat menghargai jerih payah pemain. Orangnya baik dan tidak pernah berselisih dengan pemain. “Kalau pertandingan setengah main skor 0-0, pasti Bang Moh datangi saya. Ngasih motivasi. Kasih bonus dua kali lipat. Ojok ngomong liyane, gawe awakmu thok. Pas menang, dapat bonus, ternyata pemain lainnya dibiski dengan bonusnya sama he..he..he. Nah, itulah kelebihan Bang Moh,” kenang Muharom.

Hubungan Muharrom dengan Bang Moh tetap terjalin. Kendati sudah gantung sepatu, Bang Moh masih sering menjadikan dirinya sebagai contoh anak didiknya untuk motivasi bertanding. “Bang Moh itu Masya Alloh, tempatnya pasti di Surga. Aamiin,” doanya. (bersambung)